Detail Cantuman Kembali
Pembaruan Hukum Kewarisan Islam (studi perbandingan antara kompilasi hukum islam diindonesia dan enakmen wasiat orang islam)
Pembaruan hukum kewarisan Islam di Indonesia, di antaranya terdapat dalam KHI Pasal 185. Pasal ini memuat pola pendistribusian harta kepada cucu yang orang tuanya meninggal lebih dahulu dari kakek/nenek yang dikenal dengan ahli waris pengganti. Ahli waris pengganti ini diduga bertentangan dengan teori syahadat dan teori keutamaan (hijab) di antara ahli waris. Hal yang sama di Selangor, Malaysia disebut wasiat wajibah yang terdapat pada Enakmen Wasiat Orang Islam, Seksyen 27. Wasiat wajibah ini diduga tidak bertentangan dengan teori syahadat dan hukum wasiat. Oleh sebab itu, perlu diadakan kajian mendalam dalam bentuk perbandingan. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: Mengapa dalam KHI ada ahli waris pengganti dan di dalam Enakmen Wasiat Orang Islam ada wasiat wajibah?. Bagaimana perkembangan kasus-kasus ahli waris pengganti dan wasiat wajibah dalam yurisprudensi di Indonesia dan di Selangor, Malaysia?. Bagaimana pola pendistribusian harta kepada cucu yang orang tuanya meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris?. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan komparatif, deskriptif analitik, dan dengan menggunakan data sekunder. Data yang yang terkumpul dianalisis dengan metode penafsiran dan mengaitkan dengan norma, asas, dan kaedah yang mengaturnya. Ahli waris pengganti muncul karena telah menjadi living law dalam masyarakat. Wasiat wajibah muncul karena mengadopsi UU Kewarisan Mesir Nomor 71 Tahun 1946, Pasal 76-79 yang berdasarkan pendapat Ibnu Hazm. Kedua pembaruan hukum ini dijadikan acuan untuk memberikan harta warisan kepada cucu yang kematian orang tua di Indonesia dan di Selangor, Malaysia. Keberadaan ahli waris pengganti berkembang dan menjadi living law dalam masyarakat, sedangkan wasiat wajibah tidak berkembang karena belum menjadi living law. Keduanya merupakan pembaruan hukum kewarisan, yang sebelumnya menggunakan madzhab Syafi’i, sebagai pola pendisribusian harta kakek/nenek kepada cucu yang kematian orang tua, sebagai upaya mewujudkan keadilan, memberlakukan konsep pendistribusian 2:1, dan juga sama-sama mengabaikan kehadiran anak laki-laki sehingga dianggap tidak menutup cucu. Segi perbedaannya, pembaruan dalam KHI menggunakan ahli waris pengganti, sedangkan pada enakmen memakai wasiat wajibah. Ahli waris pengganti sudah menjadi living law, sedangkan wasiat wajibah tidak menjadi kesadaran hukum masyarakat. Ahli waris pengganti berlaku kepada semua cucu, sedangkan wasiat wajibah hanya berlaku bagi cucu dari anak laki-laki saja. Hak yang diterima sebagai ahli waris pengganti adalah sama dengan hak ahli waris yang digantikan, sedangkan pada wasiat wajibah tidak boleh melebihi 1/3 harta. Pola pendistribusian harta kewarisan kepada cucu melalui ahli waris pengganti bertentangan dengan teori syahadat dan tingkat keutamaan (hijab). Sedangkan wasiat wajibah sesuai menurut teori syahadat dan teori istihsan. Implementasinya direformulasi, bahwa kewajiban berwasiat diutamakan bagi pemilik harta. Bila pemilik harta tidak berwasiat, lembaga peradilan dapat mengambil-alih kewenangan pewaris/pewasiat untuk melaksanakan wasiat wajibah. Cucu dari keturunan laki-laki dan keturunan perempuan berhak mendapat wasiat wajibah, dan diutamakan cucu yang seiman dengan pewaris.
Disertasi
"DIH 13 015"
297.273
Buku Teks
Indonesia
Universitas Islam Bandung
2013
Bandung
vi,464 hlm.; 21 x 29,5 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...