Detail Cantuman Kembali
Implikasi Izin Presiden Terhadap Pemeriksaan Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Bagi Penjabat Eksekutif Dan Legislatif Daerah Dalam Perspektif Undang-undang No.32 Tahun 2004 jo Undang-undang No.12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah
IMPLIKASI IJIN PRESIDEN TERHADAP PEMERIKSAAN ATAS DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAGI PEJABAT EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DAERAH DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAHrnrnOLEH : EMAN SUNGKAWArnrn Pemberantasan korupsi ditingkat pejabat eksektif dan legislatif merupakan salah satu bentuk penyelenggarakan pemerintahan yang baik di Indonesia. Untuk ini pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pelaksanaan dari Instruksi Presiden ini terbentur dengan beberapa kendala diantaranya izin tertulis dari presiden bagi penyidik yang akan melakukan pemerikasaan terhadap kepala daerah atau pejabat legislatif di daerah.rn Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana upaya mempercepat pemberantasan korupsi bagi pejabat eksekutif dan legislatif daerah? (2) bagaimana implikasi Izin Presiden terhadap pemeriksaan atas dugaan tindak pidana korupsi bagi pejabat eksekutif dan legislatif daerah? Dan (3) bagaiman penegakkan hukum pasca dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 73/PUU-IX/2011 tertanggal 25 September 2012. Tujuan penelitian ini untuk menemukan (1) upaya mempercepat pemberantasan korupsi bagi pejabat eksekutif dan legislatif daerah; (2) implikasi Izin Presiden terhadap pemeriksaan atas dugaan tindak pidana korupsi bagi pejabat eksekutif dan legislatif daerah; dan (3) penegakkan hukum pasca dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 73/PUU-IX/2011 tertanggal 25 September 2012.rn Sesuai dengan identifikasi masalah dalam disertasi ini, maka metode penelitian hukum yang digunakan adalh jenis penelitian hukum normative yang merupakan penelitian kepustakaan dengan pemanfaatan data sekunder. Objek atau sasaran yang merupakan data penelitian ini pada dasarnya berkisar pada kajian ilmu hukum. Kajian ini menitikberatkan pada substansi atau regulasi hukum pemberantasan tindak pidana korupsi terhadap pejabat pemerintah daerah (walikota/bupati) dan legislatif daerah (DPRD) dan penegakkan hukumnya dengan meneliti fakta bahwa dalam melakukan percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi terhadap pemerintah daerah harus ada izin dari Presiden, yang membawa imlplikasi terhadap pemberantasa tindak pidana korupsi.rn Hasil penelian menunjukkan bahwa (1) upaya mempercepat pemberantasan korupsi bagi pejabat eksekutif dan legislatif daerah dapat dilakukan dengan pendekatan legal-formal, pendekatan partisipatif masyarakat dan pendekatan hukum Islam; (2) Implikasi Izin Presiden terhadap pemeriksaan atas dugaan tindak pidana korupsi bagi pejabat eksekutif dan legislatif daerah diantaranya telah menghambat prodes peradilan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat daerah. Padahal pasal 24 ayat (1) UUD 1945 jelas menjamin bahwa sistim peradilan di Indonesia harus bebas dari intervensi. Selain itu perlunya izin Presiden tersebut jelas bertentangan dengan azas equality before the law atau semua orang berkedudukan sama di muka hukum; dan (3) penegakkan hukum pasca dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 73/PUU-IX/2011 tertanggal 25 September 2012 menurut para jaksa dan praktisi hukum baik dalam scope nasional maupun scope Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya pada umumnya berpendapat akan lebih mudah dan cepat, mengingat penegakkan hukum terhadap pejabat-pejabat daerah yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi baik yang dilakukan oleh pejabat eksekutif maupun legislatif, tidak perlu lagi menunggu iji presiden.rnrnKata kunci : Izin Presiden, Percepatan Pemberantasan Korupsi, Pejabat Eksekutif dan Legislatif Daerah.rn
Disertasi
R 353.4 SUN i
353.4
Buku Teks
Indonesia
Universitas Islam Bandung
2013
Bandung
viii, 43 hlm.; 20,5 x 14,5 cm
LOADING LIST...
LOADING LIST...