Detail Cantuman Kembali
POLITIK HUKUM PIDANA DALAM MEMINIMALISASI TERJADINYA DISPARITAS PUTUSAN PIDANA OLEH HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
ABSTRAKrnrnKorupsi terjadi karena direncanakan dan mempunyai beberapa tahapan yaitu: tahap munculnya keinginan, pertimbangan, perencanaan, tindakan dan upaya meloloskan diri dari upaya pengungkapan. Korupsi bukan sekedar persoalan yuridis semata, tetapi sudah menjadi penyakit bangsa yang sangat kronis. Korupsi di Indonesia ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa dan bernegara. Korupsi sebagai “extra ordinary crime” memerlukan pencegahan dan pemberantasan yang bersifat “extra-ordinary” pula, wajar apabila Pemerintah melakukan upaya-upaya ekstra dengan memperbaharui Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Korupsi, melalui Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999, bahkan untuk percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi pemerintah telah membentuk sebuah badan atau komisi yaitu KPK (Komisi Pemberantsan Korupsi).rnSaat ini sedang gencar-gencarnya penegakkan hukum terhadap para pelaku tindak pidana korupsi, yang dilakukan penegakan hukum baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun aparat penegak hukum lain (Kejaksaan dan Kepolisian). KPK menempati posisi tertinggi dalam pemberitaan di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik, serta di dunia maya. Akan tetapi di sisi lain dengan adanya disparitas putusan hukuman dan rendahnya pidana yang dijatuhkan telah mandapat kritik pedas dari masyarakat. Disparitas putusan menjadikan opini negatif yang mengganggu rasa keadilan, ketidakpercayaan masyarakat dalam pemberantasan dan penegakan hukum tindak pidana korupsi. Masyarakat menganggap disparitas merupakan ketidak keseriusan para hakim dalam penjatuhan pidana (pemidanaan) terhadap para pelaku tindak pidana korupsi dan mengurangi efek jera bagi para koruptor maupun calon koruptor. rnPenelitian ini dimaksud untuk menjelaskan kebijakan kriminal (criminal policy) tentang meminimalisasi terjadinya disparitas putusan hakim dalam perkara tindak pidana korupsi dan bagaimana proyeksinya yang bersifat deskritif dan preskritif, yaitu dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Sebagai penelitian yang bersifat yuridis normatif, maka penelitian lebih dititikberatkan pada studi dukumentasi, baik untuk memperoleh bahan primer, skunder maupun tersier. Sedangkan studi lapangan, melakukan wawancara terhadap hakim tipikor yang melakukan persidangan sebagai penunjang dalam memperoleh data pendukung. rnFenomena pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi kurang mendapat dukungan dalam sistem peraturan pemidanaan di Indonesia, hal tersebut dapat terlihat masih adanya ketentuan dalam UU Tipikor yang bersifat persial dan tidak menyeluruh, serta tidak mengatur tentang sistem pemidanaan secara komprehensif, sehingga mengakibatkan terjadinya disparitas. Putusan tersebut menjadi opini negatif yang sangat melukai semangat dalam pencegahan dan pemberantasn tindak pidana korupsi.rnrnKata kunci: Judisial diskresi, hakim, disparitas, korupsi.rn
Promotor : Prof. Dr. H. Dey Ravena, SH., MH. - Personal Name
Prof. Dr. Nandang Sambas, SH., MH. - Personal Name
Kif Aminanto - Personal Name
Prof. Dr. Nandang Sambas, SH., MH. - Personal Name
Kif Aminanto - Personal Name
Disertasi
345.023 1 AMI p
345.023 1
Buku Teks
Indonesia
Universitas Islam Bandung
2014
Bandung
LOADING LIST...
LOADING LIST...